• Jum. Jul 18th, 2025

KETUA UMUM AKPERSI GERAM TERKAIT PEMUKULAN KETUA DPD SULAWESI UTARA OLEH ORMAS SAAT WAWANCARA DI DEPAN KASAT INTELKAM POLRESTA KOTA BITUNG

ByTini Widari

Feb 22, 2025

Jakarta, pwmediatv.com

Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) menegaskan bahwa tidak boleh ada intervensi atau intimidasi terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik mereka. Baik dari pihak pemerintah, lembaga, instansi, maupun organisasi lain. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, yang melindungi profesi wartawan. Sesuai Pasal 18 Ayat 1, setiap tindakan yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenai pidana dengan hukuman penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500.000.000.

Pada Kamis, 20 Februari 2025, Ketua DPD AKPERSI Provinsi Sulawesi Utara, Tetty Alisye Mangolo, S.Pd., C.BJ., mengalami kekerasan fisik saat melakukan peliputan terkait perselisihan antara pedagang pasar dan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Kota Bitung. Perselisihan tersebut menyangkut pengelolaan Pasar Takjil, di mana APPSI mengklaim telah memperoleh izin dari lurah, dinas terkait, dan Polres Bitung atas perintah Wali Kota Bitung. Sementara itu, para pedagang berpegang pada Peraturan Daerah (Perda) yang menyatakan bahwa pengelolaan pasar adalah wewenang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dalam hal ini Perumda Pasar.

Insiden pemukulan terjadi pada pukul 21.05 WITA, saat Tetty Alisye Mangolo mewawancarai Kasat Intelkam Polresta Kota Bitung, Kapolsek Maessa, dan beberapa pedagang. Secara tiba-tiba, seorang oknum anggota ormas bernama Irwan Amiri, yang diduga berasal dari Barisan Fisabilillah (Bifi) dan juga anggota APPSI Kota Bitung, memukul tangan Tetty dan melarangnya untuk melanjutkan wawancara. Ironisnya, kejadian ini berlangsung di hadapan aparat kepolisian yang justru memilih bungkam dan meninggalkan lokasi tanpa mengambil tindakan.

Dalam laporannya kepada Ketua Umum AKPERSI, Tetty menyampaikan bahwa dirinya mengalami intimidasi dan dipermalukan sebagai seorang wartawan serta sebagai perempuan. “Pak Ketum, saya melaporkan kejadian ini bahwa saya mendapat intimidasi saat melaksanakan tugas jurnalistik. Saat wawancara berlangsung, seorang oknum ormas memukul tangan saya dan melarang saya melanjutkan wawancara. Mirisnya, peristiwa ini terjadi di depan Kasat Intelkam dan Kapolsek Maessa, yang justru memilih bungkam dan meninggalkan saya begitu saja,” ungkap Tetty dengan nada sedih dan ketakutan.

Mendengar laporan tersebut, Ketua Umum AKPERSI, Rino Triyono, S.Kom., S.H., C.IJ., C.BJ., C.EJ., menyatakan kemarahannya terhadap jajaran Kepolisian Polresta Kota Bitung yang dinilai melakukan pembiaran terhadap tindakan kekerasan terhadap wartawan. Ia langsung memerintahkan Tetty untuk segera melaporkan kejadian ini ke Polresta Kota Bitung serta memastikan bahwa kasus ini akan diteruskan hingga ke Mabes Polri dan Kementerian Hukum dan HAM. Menurutnya, keberadaan ormas yang kerap melakukan tindakan premanisme harus ditinjau ulang dan, jika perlu, dibekukan izinnya.

“Saya tidak bisa menerima jika pengurus atau anggota AKPERSI di mana pun mendapatkan intimidasi dan intervensi dari siapa pun, baik itu dari aparat penegak hukum, pemerintah, lembaga, instansi, apalagi dari ormas. Wartawan bekerja dilindungi oleh Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Polisi harus segera menindak pelaku, dan jika Kapolresta Kota Bitung tidak mampu menangani kasus ini, saya akan meneruskannya ke Kapolda Sulawesi Utara. Saya juga sudah menghubungi Mabes Polri agar kasus ini menjadi atensi khusus. Selain itu, saya akan bersurat ke Kementerian Hukum dan HAM agar meninjau kembali keberadaan ormas ini, karena jika mereka terus meresahkan masyarakat dan mengintervensi wartawan, maka lebih baik dibubarkan saja,” tegas Rino Triyono.

Laporan terkait insiden ini telah resmi masuk dengan nomor: STLP/B/145/II/2025/SPKT/POLRES BITUNG/POLDA SULAWESI UTARA. Ketua Umum AKPERSI juga mendesak agar Kapolda Sulawesi Utara memberikan sanksi kepada Kasat Intelkam Polresta Kota Bitung dan Kapolsek Maessa atas pembiaran tindakan kekerasan terhadap wartawan. Ia menegaskan bahwa sikap aparat dalam insiden ini telah mencoreng citra kepolisian.

Hingga berita ini diturunkan, Ketua Umum AKPERSI telah menghubungi Propam Mabes Polri serta mengirimkan surat kepada Kementerian Hukum dan HAM guna meminta evaluasi terhadap keberadaan ormas yang terlibat dalam insiden ini. Seluruh pengurus dan anggota AKPERSI se-Indonesia diminta untuk mengawal dan memantau kasus ini, agar aksi premanisme terhadap wartawan tidak lagi terjadi di masa mendatang. (Tim/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *