Bengkalis Riau,PWMEDIATV.COM
Kisruh adanya pengerusakan lahan dan pohon kelapa sawit milik sedikitnya 21 warga, seluas total sekitar 76 hektare di Desa Bumbung, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, yang lebih dikenal dengan sebutan Kampung D.30, hingga saat ini masih saja terjadi dan terkesan tidak ada perhatian serius dari pemerintah terkait, khususnya aparat penegak hukum.
Salah seorang perwakilan dari masyarakat di Kampung D.30, Kornelius Samosir menjelaskan, orang tua nya bersama masyarakat lainnya, sudah membuka lahan kebun sawit dan tinggal di Kampung D.30 yang sebelumnya merupakan hutan belantara, pada sejak tahun 1996 lalu.
“Orang tua kami dan masyarakat lainnya telah lama membuka lahan, bahkan hingga orang tua kami meninggal. Kami masyarakat kampung D.30 cuma minta keadilan, kami hanya berharap dari hasil sawit demi kebutuhan hidup Kami bersama keluarga. Dan Kami semua dari dulu sudah bermukim di desa dan kampung D.30 ini selama hampir 30 tahun,” jelas Kornelius kepada wartawan, Pada Hari Sabtu (19/07/2025).
Pohon kelapa sawit kami, jelas Kornelius, sudah dari sekitar bulan Oktober 2024 lalu, hingga saat ini masih di rusak oleh beberapa orang yang mengaku Kepala Suku di Desa Bumbung, dengan menggunakan alat berat berupa excavator secara membabi buta, tanpa ada pemberitahuan dan ganti rugi yang jelas. Dan hingga saat ini pihak Polisi belum juga mengambil tindakan.
“Mesti kami sudah disakiti dan terkesan harga diri kami diinjak-injak, kami masih mengedepankan budaya, adat isitiadat dan hukum yang berlaku. Kami sudah mencoba melakukan mediasi dengan Reno Cs sebanyak tiga kali, hasilnya Reno Cs selalu ingkar dan tidak menjalani kesepakatan. Bahkan pengerusakan yang mereka lalukan terkesan makin berani dan mengubur ratusan batang pohon sawit dengan tanah agar tidak telihat adanya pengerusakan,” ujarnya.
Mariana Nababan janda berusia 66 ini, membenarkan bahwa sejak tahun 1996 telah membuka lahan sawit seluas sekitar 15 hektare dengan almarhum suaminya. Sejak mulai di rusak lahan dan kebun sawitnya, Mariana hanya bisa menangis dan berharap adanya rasa keadilan dan kepastian hukum atas apa yang dialaminya dan warga lainnya.
“Saat pengerusakan terjadi, saya menemui Siringoringo untuk mau memberhentikan kegiatan tersebut, namun menurutnya lahan tersebut sudah dibeli dari orang yang bernama Firdaus dan Reno yang mengeluarkan Surat Ulayat, yang diduga dijadikan dasar pengerusakan dan penyerobotan lahan saya dan warga lainnya,” terang Mariana yang hampir 30 tahun hidup dari hasil menanam sawit.
Sementara itu Riduan Sitinjak (62) yang telah mengelola lahan sejak tahun 2012 lalu, dengan luas sekitar 9,5 hektare juga ikut di rusak termaksud kelapa sawit yang telah produktif. Dari 9,5 hektare kini hanya sekitar 5 hektare saja yang masih bisa dipanen tandan sawitnya untuk biaya hidup sehari-hari.
“Kami mengharapkan pemerintah dan pihak kepolisian untuk memperhatikan nasib kami. Tindakan para orang-orang yang melakukan pengerusakan tersebut seperti kebal hukum. Jika ini terus dibiarkan bisa saja akan ada kontak fisik yang kemungkinan akan terjadi, apalagi saya dan masyarakat hanya bergantung hidup dari hasil kelapa sawit,” terang Riduan.
Sama halnya dengan Sarudin Siregar (60). Ia menjelaskan orang tuanya almarhum Biston Siregar telah membuka lahan sawit sejak tahun 2002 lalu, dengan luas sekitar 15 hektare. Akibat pengerusakan tersebut, sebanyak 6 hektare kelapa sawit yang sudah produktif ikut di rubuhkan, tanpa adanya pemberitahuan, apalagi ganti rugi.
Menangapi hal tersebut, Perwakilan Dari DPP Lembaga Aliansi Indonesia, Rensis Kandaow, yang juga diketahui sebagai pengacara, sangat menyesalkan adanya tindakan pengerusakan lahan dan kelapa sawit sekitar 76 hektar milik puluhan warga yang diduga dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab di Desa Bumbung, Kecamatan Bahtin Solapan, Provinsi Riau. Menurutnya itu perbuatan tercela dan patut untuk ditindak.
“Sebagai bangsa yang memiliki budaya kekeluargaan, harusnya ini bisa diselesaikan sebelum masuk ke ranah hukum. Pemerintah dan regulasinya memberikan peluang kepada masyarakatnya untuk para penggarap dapat menjadi milik penggarap atau diajukan sebagai hak milik? Hak –hak yang diberikan oleh negara atas tanah diantara Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah Negara, dan Hak Pengelolaan, tentunya dengan riwayat dan alas hak yang bisa dipertanggungjawabkan,” jelas Rensis, yang belum lama ini menjebloskan seorang oknum lawyer terkait pengelapan dan penipuan.(Tim/Red)